Keliling Indonesia
Minggu, 02 September 2018
Sabtu, 27 September 2014
Jumat, 25 April 2014
City tour Banda Aceh
Banda Aceh awalnya bernama Kutaraja, dan ditetapkan sebagai ibukota provinsi pada tahun 1956. Kutaraja berarti "Kota Raja", dimana mengacu pada Kesultanan Aceh masa lampau. Kini Banda Aceh dikembangkan sebagai kota wisata bernuansakan Islam, wisata islami tidak hanya ditujukan bagi
orang Islam saja. Tapi juga ditujukan bagi mereka wisata di luar Islam, dan sangat
direkomendasikan bagi mereka yang sedang dan ingin belajar tentang
Islam, diantaranya selain wisata Religi, Budaya, dan Tsunami. Pengunjung bisa menelusuri sisa dari bencana Tsunami 2004 yang amat memilukan sekaligus sarat hikmah, untuk City Tour Banda Aceh pengunjung bisa memulainya dari:
- Mesjid Raya Baiturrahman
Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh ini merupakan saksi bisu sejarah Aceh, terletak di pusat kota Banda Aceh dan merupakan kebanggaan masyarakat Aceh. Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol religius, keberanian dan nasionalisme rakyat Aceh. Masjid ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636, dan merupakan pusat pendidikan ilmu agama di Nusantara. Pada saat itu banyak pelajar dari Nusantara, bahkan dari Arab, Turki, India, dan Parsi yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu agama.
Mesjid ini merupakan markas pertahanan rakyat Aceh ketika berperang dengan Belanda 1873-1904. Pada saat terjadi Perang Aceh pada tahun 1873, masjid ini dibakar habis oleh tentara Belanda pada saat itu, dan di pekarangan Masjid Raya ini Mayjen Khohler tewas tertembak oleh pasukan Aceh . Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangun sebuah monumen kecil di depan sebelah kiri Masjid Raya, tepatnya di bawah pohon ketapang. Enam tahun kemudian untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, pihak Belanda melalui Gubernur Jenderal Van Lansnerge membangun kembali Masjid Raya ini dengan peletakan batu pertamanya pada tahun 1879. Dan hingga saat ini Masjid Raya telah beberapakali mengalami renovasi dan perluasan.
Mesjid Raya Baiturrahman
- Mesjid Baiturrahim
Mesjid Baiturrahim Ulee Lheu
adalah salah satu masjid bersejarah di provinsi Aceh, Indonesia. Masjid yang berlokasi di Ulee Lheue, kecamatan Meuraksa ini merupakan peninggalan Sultan Aceh pada abad ke-17. Masa itu masjid tersebut bernama Masjid Jami’ Ulee Lheu. Pada 1873 ketika Masjid Raya Baiturrahman dibakar Belanda, semua jamaah masjid terpaksa melakukan shalat Jumat di Ulee Lheue. Dan sejak saat itu namanya menjadi Masjid Baiturrahim. Dan Masjid Baiturrahim ini merupakan satu-satunya bangunan dipinggir Pantai Ulee Lheue yang berdiri kokoh pada saat Tsunami menerjang Kota Banda Aceh, sementara bangunan lain yang berada di sekitarnya luluh lantak di hantam Gelombang Tsunami pada hari minggu tanggal 24 Desember 2004 lalu.
Mesjid Baiturrahim Ulee Lheu
- Makam Sultan Iskandar Muda
Makam Sultan Iskandar Muda terletak dekat dengan Krueng Daroy, yang bersebelahan dengan Pendopo/Meuligoe kediaman resmi Gubernur Aceh saat ini, dan berdampingan
dengan Museum Aceh. Makam Sultan Iskandar Muda ini dahulu sempat dihilangkan jejaknya oleh
Belanda waktu sedang berlangsung perang Aceh.
Pada 19 Desember 1952 lokasi Makam Sultan Iskandar Muda itu bisa
ditemukan kembali, dengan petunjuk yang telah diberikan oleh bekas
permaisuri seorang Sultan Aceh bermana Pocut Meurah. Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh pada tahun
1607-1636, dan membawa Aceh pada puncak kejayaan pada Abad ke-17,
Kerajaan Aceh pada masa itu berada diperingkat kelima yang terbesar di antara
kerajaan-kerajaan Islam di seluruh dunia. ketika Banda Aceh
telah menjadi bandar pusat perniagaan internasional, banyak disinggahi
kapal-kapal asing yang memuat hasil bumi dari kawasan Asia menuju benua
Eropa.
Makam Sultan Iskandar Muda
- Gunongan
Gunongan terletak di Jalan Teuku Umara berhadapan dengan lokasi
perkuburan serdadu Belanda (Kerkoff). Gunongan ini didirikan pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) pada abad ke-17. Bangunan
Gunongan tidak terlalu besar, bersegi enam, berbentuk seperti bunga dan
bertingkat tiga dengan tingkat utamanya sebuah mahkota tiang yang
berdiri tegak. Pada dindingnya ada sebuah pintu masuk berukuran rendah .
Dari lorong pintu itu ada sebuah tangga menuju ke tingkat tiga
Gunongan.Gunongan merupakan simbol kekuatan cinta Sultan Iskandar Muda kepada permaisurinya yang cantik jelita, yaitu Putri Phang (Putroe Phang) yang berasal dari Pahang, Malaysia. Alkisah, Putroe Phang sering merasa kesepian di tengah kesibukan sang suami sebagai kepala pemerintahan. Ia selalu teringat dengan kampung halamannya di Pahang. Sang suami memahami kegundahan permaisurinya, untuk membahagiakan sang permaisuri, Sultan membangun sebuah gunung kecil (Gunongan) sebagai miniatur perbukitan yang mengelilingi Istana Putroe Phang di Pahang. Setelah Gunongan selesai dibangun, betapa bahagianya sang permaisuri. Hari-harinya banyak dihabiskan dengan bermain bersama dayang-dayang di sekitar Gunongan.
Gunongan
- Pinto Khop
Pinto Khop dibangun pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Pinto Khop merupakan pintu penghubung antara Istana dan Taman Putroe Phang. Pinto Khop ini merupakan pintu gerbang berbentuk kubah. Pintu Khop ini merupakan tempat beristirahat Putri Phang, setelah lelah berenang, letaknya tidak jauh dari Gunongan, disanalah dayang-dayang membasuh rambut sang permaisuri. Disana juga terdapat kolam untuk sang permaisuri mandi bunga. Ditempat itu pula oleh Sultan dibangun sebuah perpustakaan dan menjadi tempat sang permaisuri serta Sultan menghabiskan waktu sambil membaca buku selepas berenang, keramas dan mandi bunga.
Pinto Khop
- Gerbang Peutjoet Kerkoff
Kuburan Serdadu Belanda
- Pendopo
Pendopo
merupakan salah satu situs bersejarah, pada tahun 1877 pemerintah Hindia Belanda merasa perlu untuk menempatkan
seorang pemimpin militer di Aceh yang merangkap sebagai petinggi sipil
untuk mengatur strategi ekspansi Belanda di bumi Serambi Mekkah. Karel
van der Heijden pun diangkat menjadi Gubernur serta merangkap Panglima Militer
Belanda yang pertama untuk Aceh, untuk kelancaran urusan administrasi antara pemerintah pusat dengan Aceh dan
wilayah jajahan lainnya, Van der Heijden mengambil inisiatif untuk
membangun sebuah Pendopo yang menjadi pusat pemerintahan di Kutaraja pada masa itu, Pendopo ini dibangun bergayakan Eropa dan Aceh, dan letak Pendopo inipun tepat di atas tanah didalam bekas lingkungan Keraton Kesultanan Aceh.
Bangunan termegah pada jamannya ini selesai dibangun pada 1880 dan ditempati pertama kali oleh Van der Heijden sebagai rumah tinggal yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pemerintahannya. Van der Heijden menjabat hingga 1881 dan digantikan oleh Abraham Pruijs van der Hoeven. Pendopo pada saat ini dijadikan sebagai rumah dinas Gubernur Aceh.
Bangunan termegah pada jamannya ini selesai dibangun pada 1880 dan ditempati pertama kali oleh Van der Heijden sebagai rumah tinggal yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pemerintahannya. Van der Heijden menjabat hingga 1881 dan digantikan oleh Abraham Pruijs van der Hoeven. Pendopo pada saat ini dijadikan sebagai rumah dinas Gubernur Aceh.
Pendopo
- Museum Aceh
Museum Aceh terletak di Jalan Sultan Alaiddin Mahmudsyah. Di area
museum ini terdapat rumah tradisional Aceh (Rumoh Aceh) yang bisa
dimasuki setiap pengunjung. Naik ke atas rumah ini kita bisa menjumpai
setiap bagian ruang dalam rumah yang fungsinya berbeda-beda. Ada juga
berbagai benda yang digunakan di masa kerajaan dahulu.
Rumoh Aceh
lonceng Cakra Donya
Di Museum Aceh juga terdapat lonceng besar yang disebut lonceng cakra donya, dan makam Sultan Aceh. Sementara jika masuk ke dalam ruang pameran di sebelah rumoh Aceh, akan dijumpai berbagai benda seperti foto, miniatur Masjid Raya Baiturrahman, alat-alat tradisional untuk bertani, berladang, dan mencari ikan, serta benda-benda lain yang digunakan oleh masyarakat.
Alat-alat Tradisional di Museum Aceh
- Replika Pesawat Seulawah RI 1
Replika Pesawat Seulawah RI 1 di Blang Padang
Pesawat Seulawah yang dikenal RI-1 merupakan bukti nyata dukungan yang diberikan masyarakat Aceh dalam proses perjalanan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, Pesawat Seulawah yang menjadi cikal bakal Maskapai Garuda Indonesia Airways disumbangkan melalui pengumpulan harta pribadi masyarakat dan saudagar aceh sehingga Presiden Soekarno menyebut "Daerah Aceh adalah Daerah Modal bagi Republik Indonesia, dan melalui perjuangan rakyat aceh seluruh Wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali". Pesawat Seulawah dibeli dengan harga US$120.000 dengan kurs pada saat itu atau kira-kira 25 Kg emas dan untuk mengenang jasa masyarakat aceh tersebut maka di buat replika pesawat seulawah yang berada di Lapangan Blang Padang Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh.
Replika Pesawat Seulawah RI 1
- Aceh Tsumani Museum
Mungkin masih teringat di benak Anda bencana dahsyat yang meluluh lantahkan Banda Aceh di tahun 2006 silam. Ya, bencana Tsunami dengan dashyatnya telah mengguncang Provinsi Aceh dan Sumatera Barat. Tidak hanya Banda Aceh saja yang terkena bencana dahsyat Tsunami, Negara-negara lain yang berada di kawasana Samudra Hindia pun turut terkena imbasnya. Untuk mengenang Bencana Tsunami tersebut, di bangun lah sebuah Museum di Banda Aceh yang bernama Aceh Tsunami Museum. Dimana Museum ini resmi dibuka pada akhir Februari 2009 lalu. Bangunan Museum ini terbilang unik, disain bangunan ini di pilih melalui audisi yang pada akhirnya di menangkan oleh Bapak M. Ridwal Kamil, yang pada waktu itu merupakan seorang dosen ITB.
Gaya Arsitektur Aceh Tsunami Museum terbilang sangat unik dan di klaim sebagai bangunan anti Tsunami. Pondasi Museum merupakan kombinasi dari bangunan panggung yang diangkat ke atas bukit. Jika kita melihat Museum ini dari atas bentuk Museum ini menyerupai bentuk gelombang Tsunami yang berputar. Namun, jika melihat dari bawah atau samping Museum ini akan terlihat menyerupai kapal pesiar yang sangat besar.
Ketika pengunjung memasuki Aceh Tsunami Museum ini melalui pintu utama pengunjung akan disambut dengan lorong-lorong gelap dengan efek air yang jatuh dari atas, seolah-olah pengunjung sedang berada di dalam gelombang Tsunami. Setelah itu pengunjung akan tiba di ruang pameran. Ruang pameran ini di dominasi warna gelap. Di ruangan ini pengunjung bisa melihat foto-foto pasca kejadian Tsunami. Ada juga Ruang Cahaya bertuliskan ALLAH, lalu pengunjung melewati lorong menuju Jembatan Harapan, jembatan ini seolah-olah akan membantu pengunjung menuju tempat tinggi untuk menjauh dari Tsunami. Di tempat ini pengunjung juga bisa melihat film documenter tentang tsunami yang berdurasi sekitar 15 menit, pengunjung selain bisa berwisata juga bisa memperoleh Edukasi tentang bagaimana mempersiapkan diri menghadapi bahaya Tsunami.
Aceh Tsumani Museum
- Kapal PLTD Apung
Situs kapal PLTD Apung
ini merupakan saksi bisu sejarah dasyat tsunami yang melanda banda
aceh tahun 2004 silam. Kapal PLTD Apung yang terparkir di pelabuhan Ulee Lheu awalnya didatangkan untuk memasok kekurangan listrik di Banda Aceh dikarenakan banyak menara transmisi listrik dari Sumatera Utara ke Aceh ditumbangkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab pada masa konflik, maka masalah kekurangan listrik di Banda Aceh menjadi sangat krusial sehingga PLN menempatkan Kapal Generator Listrik untuk mensuplai kebutuhan listrik di Banda Aceh melalui kapal ini. Hingga pada hari minggu pagi tanggal 26 Desember 2004, gelombang Tsunami menghempas Kapal PLTD Apung tersebut sejauh lebih kurang 3 KM dari pesisir pantai hingga kedaratan, Kapal dengan berat bobot sekitar 2600 ton, memiliki panjang sekitar 63 meter ini tersapuan
gelombang tsunami yang membuatnya terdampar di daerah Gampong Punge
Blang Cut Kota Banda Aceh, sampai sekarang lokasi terdamparnya kapal
PLTD apung ini tetap dipertahankan oleh pemerintah setempat untuk
dijadikan kawasan wisata sejarah.
Kapal PLTD Apung
- Kapal Diatas Rumah Lampulo
Situs tsunami kapal diatas rumah ini tidak terlalu jauh dari komplek TPI Lampulo. dimana Kapal di Atas Rumah Lampulo ini menjadi salah satu saksi bisu ganasnya tsunami Aceh 2004 silam, kapal ini berasal dari TPI Lampulo, saat tsunami datang kapal ini terbawa gelombang hingga terhempas keatas rumah warga. Kapal diatas rumah ini tetap dipertahankan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mengenang Musibah Tsunami yang melanda Kota Banda Aceh. Sebuah kapal yang terbawa Gelombang Tsunami dan terdampar di perumahan penduduk di kawasan Gampong Lampulo Kecamatan Kuta Alam.
Kapal di atas rumah
- Kuburan Massal Ulee Lheu
Kuburan Massal Ulee Lheu Situs wisata ini terletak di Jalan Sultan
Iskandar Muda dan sebelum Tsunami merupakan Rumah Sakit Umum Meuraxa, bencana alam gelombang
tsunami tahun 2004 lalu yang menerjang Aceh, merengut ribuan jiwa neninggal dunia dan bangunan pun banyak yang hancur
rata dengan tanah akibat peristiwa itu, walaupun bencana sudah terjadi beberapa tahun silam, namun sampai
sekarang duka itu masih sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar. Salah
satunya desa yang menjadi korban adalah desa Ulee Lheue. Desa ini
merupakan wilayah yang paling parah terkena dampak gelombang tsunami
karena letaknya yang paling dekat dengan bibir pantai, dimana banyak orang di desa ini yang meninggal dunia tidak hanya orang dewasa yang menjadi korban,
namun juga anak-anak kecil yang tidak berdosa turut menjadi korban
ganasnya gelombang tsunami 2004. Banyaknya korban yang meninggal dunia membuat
jenazah menjadi sulit untuk dikenali satu persatu pada saat itu, sedangkan tidak mungkin jenazah tersebut dibiarkan dalam waktu lama,
untuk itu mereka harus secepatnya di makam kan. Karena itulah jenazah-jenazah yang belum dikenali tersebut akhirnya di makam kan secara
massal di sini.
Gerbang Kuburan Massal Ulee Lheu
Kuburan Massal Ulee Lheu
Mari bersama-sama kita memperkenalkan Aceh di mata dunia, agar mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung, keunikan dan karakteristik islami yang kuat di Aceh peninggalan sejarah dan situs-situs tsunami dapat menjadi daya tarik bagi para turis baik nasional maupun wisatawan mancanegara.
Kuburan Massal Ulee Lheu
- Kampung Jawa
Nelayan
tradisional menarik pukat pantee di Pantai Wisata Alue Naga, Banda
Aceh, Kamis (27/10). Alat tangkap tradisional itu masih digunakan
nelayan tradisional dan menjadi daya tari wisatawan di sekitar pantai
itu - See more at:
http://m.liputan6.com/foto/1/26633/0/nelayan-tradisional-menarik-pukat-pantee-di-pantai-wisata-alue-naga-banda-aceh-kamis-2710-alat-tangkap-tradisional-itu-masih-digunakan-nelayan-tradisional-dan-menjadi-daya-tari-wisatawan-di-sekitar-pantai-ituantara#sthash.L0zBl0y0.dpuf
Nelayan
tradisional menarik pukat pantee di Pantai Wisata Alue Naga, Banda
Aceh, Kamis (27/10). Alat tangkap tradisional itu masih digunakan
nelayan tradisional dan menjadi daya tari wisatawan di sekitar pantai
itu - See more at:
http://m.liputan6.com/foto/1/26633/0/nelayan-tradisional-menarik-pukat-pantee-di-pantai-wisata-alue-naga-banda-aceh-kamis-2710-alat-tangkap-tradisional-itu-masih-digunakan-nelayan-tradisional-dan-menjadi-daya-tari-wisatawan-di-sekitar-pantai-ituantara#sthash.L0zBl0y0.dpuf
Di Kampung Jawa, Banda Aceh, wisatawan bisa melihat rutinitas aktivitas sekelompok orang nelayan tradisional menarik pukat darat, pukat tradisional yang masih dilestari di tengah alat tangkap
modern saat ini, memiliki nilai budaya sosial di mana setiap pengunjung yang
ikut berpartisipasi menarik pukat biasanya akan dibagian ikan oleh pemilik
pukat. dari sini juga pengunjung bisa menikmati sunset saat mata hari tenggelam.
Sunset di Kampung Jawa
Mari bersama-sama kita memperkenalkan Aceh di mata dunia, agar mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung, keunikan dan karakteristik islami yang kuat di Aceh peninggalan sejarah dan situs-situs tsunami dapat menjadi daya tarik bagi para turis baik nasional maupun wisatawan mancanegara.
Langganan:
Postingan (Atom)